Setiap Gunung memiliki kisahnya masing-masing, seperti kisah Gunung Merapi dan Gunung Merbabu yang saling berdampingan di provinsi Jawa Tengah. Mari simak postingan di bawah ini , selamat membaca .
GUNUNG Merapi
dipercaya sebagai tempat keraton makhluk halus. Panembahan Senopati pendiri kerajaan Mataram memperoleh kemenangan dalam perang melawan
kerajaan Pajang dengan bantuan penguasa Merapi. Gunung Merapi
meletus hingga menewaskan pasukan tentara Pajang, sisanya lari pontang-panting
ketakutan. Penduduk yakin bahwa Gunung Merapi selain dihuni oleh manusia juga
dihuni oleh makhluk- makhluk lainnya yang mereka sebut sebagai bangsa alus atau
makhluk halus.
Penduduk di
daerah Gunung Merapi mempunyai kepercayaan tentang adanya tempat-tempat angker
atau sakral. Tempat angker tersebut dipercayai sebagai tempat-tempat yang telah
dijaga oleh mahkluk halus, dimana itu tidak dapat diganggu dan tempat tersebut
mempunyai kekuatan gaib yang harus dihormati. Penduduk pantang untuk melakukan
kegiatan seperti menebang pohon, merumput dan mengambil ataupun memindahkan
benda-benda yang ada di daerah tersebut. Selain pantangan tersebut ada juga
pantangan untuk tidak berbicara kotor, kencing atau buang air
besar, karena akan mengakibatkan rasa tersinggung makhluk halus yang mendiami
daerah itu.
Tempat-tempat
yang paling angker di Gunung Merapi adalah kawah Merapi sebagai istana dan
pusat keraton makhluk halus Gunung Merapi. Di bawah puncak Gunung
Merapi ada daerah batuan dan pasir yang bernama “Pasar Bubrah” yang oleh
masyarakat dipercaya sebagai tempat yang sangat angker. “Pasar Bubrah” tersebut
dipercaya masyarakat sebagai pasar besar Keraton Merapi dan pada batu besar
yang berserakan di daerah itu dianggap sebagai warung dan meja kursi makhluk
halus.
Bagian dari
keraton makhluk halus Merapi yang dianggap angker adalah Gunung Wutoh yang
digunakan sebagai pintu gerbang utama Keraton Merapi. Gunung Wutoh dijaga oleh
makhluk halus yaitu “Nyai Gadung Melati” yang bertugas melindungi linkungan di
daerah gunungnya termasuk tanaman serta hewan.
Selain tempat
yang berhubungan langsung dengan Keraton Merapi ada juga
tempat lain yang dianggap angker. Daerah sekitar makam Sjech Djumadil Qubro
merupakan tempat angker karena makamnya adalah makam untuk nenek moyang
penduduk dan itu harus dihormati.
Selanjutnya
tempat-tempat lain seperti di hutan, sumber air, petilasan, sungai dan
jurang juga dianggap angker. Beberapa hutan yang dianggap angker yaitu “Hutan
Patuk Alap-alap” dimana tempat tersebut digunakan untuk tempat penggembalaan
ternak milik Keraton Merapi, “Hutan Gamelan dan Bingungan” serta “Hutan Pijen
dadn Blumbang”. Bukit Turgo, Plawangan, Telaga putri, Muncar, Goa Jepang, Umbul
Temanten, Bebeng, Ringin Putih dan Watu Gajah.
Beberapa
jenis binatang keramat tinggal di hutan sekeliling Gunung Merapi dimiliki oleh
Eyang Merapi. Binatang hutan, terutama macan putih yang tinggal di hutan
Blumbang, pantang ditangkap atau dibunuh. Selanjautnya kuda yang tinggal di
hutan Patuk Alap-alap, di sekitar Gunung Wutoh, dan di antara Gunung Selokopo
Ngisor dan Gunung Gajah Mungkur adalah dianggap/dipakai oleh rakyat Keraton
Makhluk Halus Merapi sebagai binatang tunggangan dan penarik kereta.
Di puncak
Merapi ada sebuah Keraton yang mirip dengan keraton Mataram, sehingga di sini
ada organisasi sendiri yang mengatur hirarki pemerintahan dengan segala atribut
dan aktivitasnya. Keraton Merapi itu menurut kepercayaan masyarakat setempat
diperintah oleh kakak beradik yaitu Empu Ramadan Empu Permadi.
Seperti
halnya pemerintahan sebagai sebagai Kepala Negara (Empu Rama dan Empu Permadi)
melimpahkan kekuasaannya kepada Kyai Sapu Jagad yang bertugas mengatur keadaan
alam Gunung Merapi. Berikutnya ada juga Nyai Gadung Melati, tokoh ini bertugas
memelihara kehijauan tanaman Merapi. Ada Kartadimeja yang bertugas memelihara
ternak keraton dan sebagai komando pasukan makhluk halus. Ia merupakan tokoh yang
paling terkenal dan disukai penduduk karena acapkali memberi tahu kapan Merapi
akan meletus dan apa yang harus dilakukan penduduk untuk menyelamatkan diri.
Tokoh berikutnya Kyai Petruk yang dikenal sebagai salah satu prajurit Merapi.
Begitu
besarnya jasa-jasa yang telah diberikan oleh tokoh-tokoh penghuni Gunung
Merapi, maka sebagai wujud kecintaan mereka dan terima kasih terhadap Gunung
Merapi masyarakat di sekitar Gunung Merapi memberikan suatu upeti yaitu dalam
bentuk upacara-upacara ritual keagamaan. Sudah menjadi tradisi keagamaan orang
Jawa yaitu dengan mengadakan selamatan atau wilujengan, dengan melakukan
upacara keagamaan dan tindakan keramat.
Hubungan
Keraton mataram dan Merapi
Alkisah,
sesaat setelah merapat di bibir pantai Parang Kusumo, Panembahan Senopati
diberi tanda mata cinta oleh Nyai Rara Kidul berupa endhog jagad (telor). Di
tempat itu pula, sekali lagi kesungguhan dan kesetiaannya diuji. Dan satu lagi
yang musti diingat, segera makan endhog ini, ujar nyai rara kidul ” berpesan
sebelum hilang dari pandangan dan kembali keasalnya.
Tertegunlah
panembahan senopati dibuatnya. Namun tanpa dinyana. Ternyata dalam perjalanan
pulang ia kepergok oleh sunan kalijogo yang sedari tadi secara diam diam
mengamati kejadian ini. Atas nasehat sunan klijogo pula pendiri dinasti mataram
ini lalu disarankan untuk mengurungkan niat memakan telor pemberian ratu pantai
selatan tersebut, meski itu hanya sebagi sarana belaka. Karena telor tersebut,
diduga hanya untuk mejebak sang penembahan.
Terbukti saat
sesudah telor jagad tersebut ditelan secara tak sengaja oleh Ki Juru Taman ,
abdi dalem setia keraton, menndadak berubah wujud menjadi raksasa.
Menyaksikan
pemandangan ini bukan main masgul hati sang penembahan. Ia hanya bisa membatin
, ada benarnya juga ramalan sunan kalijogo tersebut. Bagaimana seandainya ia
yang memakan telor tadi “
Sudah seperti
yang digariskan , perintah ku, jagalah puncak merapi kapan saja. Selamatkan
rakyatku dari amuk merapi selamanya , ” demikian titah sang Penembahan Senopati
kepada juru taman yang telah berubah menjadi raksasa, petinggi lelembut di
gunung merapi. Abdi dalem inilah yang akhirnya nanti dikenal sebagai Kyai Sapu
Jagad, penunggu merapi.
Labuhan
Merapi
Untuk
mengenang jasa dan pengorbanannya, keraton Jogja dan Surakarta diminta
menyisihkan sebagian dari hasil buminya dalam bentuk benda benda sesaji untuk
dipersembahkan kepadanya.
Sejak itulah,
upacara labuhan merapi selalu dirayakan oleh masyarakat setempat dan Kesultanan
Yogyakarta maupun Surakarta secara turun temurun tanpa mengurangi muatan
sakralnya.
Di Yogyakarta
benda benda untuk labuhan merapi terdiri dari 8 buah yang meliputi : sinjang
cangkring , semekan gadhung melati, semekan bango tolak, peningset yudharaga,
dan kampuh poleng. Semua benda itu diarak dari keraton dan diserah terimakan
melalui Bupati Sleman, Camat Cangdringan , dan kemudian dipasrahkan kepada Juru
kunci Merapi Mas Ngabehi Suraksohargi (mbah Maridjan) untuk kemudian di
labuh.Di Selo setiap tahun baru Jawa 1 Suro diadakan upacara Sedekah Gunung,
berupa hasil bumi berupa sayur mayur,sego gunung,dan yang pokok berupa kepala
kerbau yang kemudian tepat pada malam satu suro pukul 00:00WIB di bawa ke
puncak kawah merapi untuk dilarung.
0 komentar:
Posting Komentar